Cover
Inizia ora gratuitamente PPKN_TM5_HKPD.pdf
Summary
# Konsep otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
Ringkasan ini membahas mengenai konsep otonomi daerah, struktur pemerintahan di Indonesia, pembagian kewenangan antara pusat dan daerah, serta konsep desentralisasi fiskal.
### 1.1 Otonomi daerah
Otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ciri utama daerah otonom adalah kemampuannya untuk membuat peraturan sendiri dengan persetujuan rakyatnya, yang diwujudkan melalui lembaga parlemen atau legislatif [5](#page=5) [6](#page=6).
#### 1.1.1 Struktur pemerintahan otonom
Pemerintahan daerah otonom di Indonesia memiliki lembaga legislatif yang memungkinkan penyusunan peraturan daerah (perda). Struktur ini mencakup [6](#page=6):
* **Provinsi:** Memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi yang berwenang menyusun Peraturan Provinsi (Perda Provinsi) [6](#page=6).
* **Kabupaten/Kota:** Memiliki DPRD Kabupaten/Kota yang berwenang menyusun Peraturan Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota) [6](#page=6).
* **Desa:** Memiliki Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berwenang menyusun Peraturan Desa (Perdes) [6](#page=6).
Sementara itu, kecamatan, kelurahan, RT/RW, dan dusun tidak memiliki lembaga legislatif yang kuat sehingga kedudukannya tidak sekuat perda [6](#page=6).
#### 1.1.2 Pembagian kewenangan pemerintahan
Kewenangan pemerintahan secara umum diserahkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali untuk enam bidang utama yang bersifat absolut atau mutlak menjadi urusan pusat. Keenam bidang tersebut adalah [7](#page=7):
1. Politik luar negeri [7](#page=7) [8](#page=8).
2. Pertahanan [7](#page=7) [8](#page=8).
3. Keamanan [7](#page=7) [8](#page=8).
4. Yustisi [7](#page=7) [8](#page=8).
5. Moneter dan fiskal nasional [7](#page=7) [8](#page=8).
6. Agama [7](#page=7) [8](#page=8).
Urusan pemerintahan dibagi menjadi urusan absolut (mutlak urusan pusat) dan urusan konkuren (urusan bersama antara pusat dan daerah). Urusan konkuren selanjutnya terbagi lagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terdiri dari Pelayanan Dasar (6 bidang) dan Non-Pelayanan Dasar (18 bidang). Kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan juga memegang peranan penting dalam pembagian ini [8](#page=8).
**Instansi Pusat vs. Instansi Daerah:** Penting untuk membedakan antara instansi pusat yang memiliki kantor pelayanan di daerah dan instansi daerah [9](#page=9).
* **Instansi Pusat:** Contohnya meliputi kantor imigrasi (Kemenlu), Korem/Kodim/Koramil (TNI), Polda/Polres/Polsek (Polri), Pengadilan Negeri/Tinggi/MA (MA & Kemenkumham), KPP/KPPN (Kemenkeu & BI), dan MIN/MTsn/MAN/KUAM (Kemenag). Meskipun beroperasi di daerah, mereka tetap merupakan bagian dari struktur pemerintahan pusat [9](#page=9).
* **Instansi Daerah:** Contohnya adalah Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Dinas Sosial, dan Dinas Pariwisata. Instansi daerah ini tunduk pada kebijakan kementerian di pusat namun merupakan unit pelayanan di tingkat daerah [9](#page=9).
### 1.2 Desentralisasi fiskal
Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pendelegasian tugas dan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah. Pendelegasian ini juga diikuti dengan pemberian kewenangan pendanaan agar daerah dapat melaksanakan tugas yang didelegasikan. Terdapat dua jenis kewenangan pendanaan yang diberikan oleh pusat kepada daerah [10](#page=10):
1. Kewenangan perpajakan, yang memungkinkan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memungut pajaknya sendiri [10](#page=10).
2. Pemberian dana Transfer ke Daerah (TKD) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) [10](#page=10).
Prinsip yang mendasari hal ini adalah "Money follows functions" atau "Uang mengikuti program", yang berarti alokasi dana mengikuti program atau fungsi yang dijalankan [10](#page=10).
#### 1.2.1 Pengertian desentralisasi fiskal (HKPD)
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) adalah suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sistem ini harus dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, dan selaras berdasarkan undang-undang [11](#page=11).
#### 1.2.2 Sejarah desentralisasi fiskal di Indonesia
Pergeseran sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi di Indonesia dipicu oleh peristiwa politik pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Periode pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1968) dan Presiden Soeharto (1968-1998) bercorak sentralisasi, sehingga pasca-reformasi muncul tuntutan agar daerah memiliki peran yang lebih besar dalam pembangunan. Pada era Presiden Habibie, disahkan Undang-Undang (UU) Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang bersifat desentralisasi, yang kemudian berevolusi menjadi UU HKPD yang berlaku saat ini [12](#page=12).
#### 1.2.3 The Big Bang of Decentralization
Proses transisi dari sentralisasi ke desentralisasi di Indonesia dijuluki "The Big Bang" oleh para akademisi dunia karena kecepatannya. Fenomena ini ditandai oleh beberapa hal [13](#page=13):
1. Peralihan status sekitar 2,8 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari pegawai pusat menjadi pegawai daerah, menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana Pemda akan menggaji mereka [13](#page=13).
2. Penyerahan sebanyak 239 kantor provinsi, 3933 kantor kabupaten/kota, dan lebih dari 16.000 fasilitas publik dari pusat kepada daerah [13](#page=13).
3. Peningkatan aliran dana dari pusat ke daerah secara berlipat ganda. Sebelumnya hanya ada Subsidi Daerah Otonom (SDO), yang kemudian diganti dengan Dana Perimbangan, meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) [13](#page=13).
* * *
# Pengertian dan jenis transfer ke daerah
Ringkasan ini membahas ruang lingkup Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), dengan fokus pada pengertian dan jenis transfer ke daerah.
### 2.1 Ruang lingkup Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD)
HKPD adalah kebijakan fiskal yang memiliki ruang lingkup luas, meliputi beberapa aspek penting dalam pengelolaan keuangan negara antara pusat dan daerah. Ruang lingkup ini mencakup [16](#page=16) [17](#page=17):
* **Local Taxing Power (Perpajakan Daerah)**: Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini diatur dalam BAB II UU HKPD [16](#page=16) [17](#page=17).
* **Transfer ke Daerah**: Pemberian dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD) merupakan bagian integral dari HKPD. Pengaturan ini tertuang dalam BAB III UU HKPD [16](#page=16) [17](#page=17).
* **Kebijakan yang Melibatkan Pusat dan Daerah**: Mencakup berbagai kebijakan yang membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, seperti Sinergi Fiskal Nasional [16](#page=16) [17](#page=17).
* **Pengelolaan Belanja Daerah**: Termasuk dalam ruang lingkup HKPD adalah pengelolaan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah [17](#page=17).
* **Pemberian Kewenangan Pembiayaan Daerah**: HKPD juga mengatur kewenangan daerah untuk melakukan pembiayaan [17](#page=17).
### 2.2 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah [17](#page=17).
* **Pajak Daerah**: Merupakan pungutan atau kontribusi wajib kepada Pemerintah Daerah yang bersifat memaksa, tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan daerah demi kemakmuran rakyat. Contoh pajak daerah meliputi Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Rokok, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak Reklame [18](#page=18).
* **Retribusi Daerah**: Adalah pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Contohnya adalah Retribusi Jasa Kesehatan, Retribusi Pasar, Retribusi Terminal, dan Retribusi Pelayanan Sampah/Kebersihan [18](#page=18).
#### 2.2.1 Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah terbagi menjadi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota [19](#page=19).
* **Pajak Provinsi**:
* Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) [19](#page=19).
* Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) [19](#page=19).
* Pajak Alat Berat (PAB) [19](#page=19).
* Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) [19](#page=19).
* Pajak Air Permukaan (PAP) [19](#page=19).
* Pajak Rokok [19](#page=19).
* Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) [19](#page=19).
* **Pajak Kabupaten/Kota**:
* Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) [19](#page=19).
* Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) [19](#page=19).
* Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), contohnya Pajak Hotel [19](#page=19).
* Pajak Reklame [19](#page=19).
* Pajak Air Tanah (PAT) [19](#page=19).
* Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) [19](#page=19).
* Pajak Sarang Burung Walet [19](#page=19).
* Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) [19](#page=19).
* Opsen Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) [19](#page=19).
#### 2.2.2 Jenis Retribusi Daerah
Retribusi Daerah diklasifikasikan menjadi tiga jenis [20](#page=20):
* **Retribusi Jasa Umum**: Meliputi pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, pelayanan parkir di tepi jalan umum, pelayanan pasar, dan pengendalian lalu lintas [20](#page=20).
* **Retribusi Jasa Usaha**: Mencakup penyediaan tempat kegiatan usaha (pasar grosir, pertokoan), penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan, penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan, penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/vila, pelayanan rumah pemotongan hewan ternak, pelayanan jasa kepelabuhanan, pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga, pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air, penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, dan pemanfaatan aset Daerah [20](#page=20).
* **Retribusi Perizinan Tertentu**: Termasuk izin persetujuan bangunan gedung (sebelumnya IMB), izin penggunaan tenaga kerja asing, dan izin pengelolaan pertambangan rakyat [20](#page=20).
### 2.3 Pengertian dan Jenis Transfer ke Daerah
Dana Transfer adalah dana yang diberikan dari satu level pemerintahan kepada level pemerintahan lainnya atau dari satu entitas pemerintahan kepada entitas pemerintahan lainnya. Dana ini merupakan instrumen utama dalam HKPD untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat [15](#page=15) [21](#page=21).
#### 2.3.1 Definisi dan Tujuan Dana Transfer
Dana transfer bertujuan untuk menyeimbangkan celah fiskal antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal daerah. Konsep ini sebelumnya dikenal sebagai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD). Selain itu, pemerintah pusat dapat memberikan Insentif Fiskal kepada daerah atas pencapaian kinerja sebagai bentuk \_Performance Based Transfer [22](#page=22) [30](#page=30).
#### 2.3.2 Jenis-Jenis Dana Transfer
Menurut Pasal 106 UU HKPD, terdapat enam jenis dana transfer yang diakui di Indonesia [22](#page=22):
1. **Dana Bagi Hasil (DBH)** [22](#page=22).
2. **Dana Alokasi Umum (DAU)** [22](#page=22).
3. **Dana Alokasi Khusus (DAK)** [22](#page=22).
4. **Dana Otonomi Khusus** [22](#page=22).
5. **Dana Keistimewaan** [22](#page=22).
6. **Dana Desa** [22](#page=22).
#### 2.3.3 Dana Bagi Hasil (DBH)
DBH adalah sebagian pendapatan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yang menjadi daerah penghasil atau pengolah pendapatan tersebut. Tujuannya adalah untuk menutup ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah serta menanggulangi eksternalitas negatif dari kegiatan produksi [23](#page=23).
* **Contoh DBH**:
* DBH Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang dibagihasilkan kepada daerah domisili Wajib Pajak [23](#page=23).
* DBH Migas yang dibagihasilkan kepada daerah penghasil tempat produksi Migas [23](#page=23).
* **Persentase DBH dalam UU HKPD**: UU HKPD mengatur persentase pembagian DBH untuk berbagai jenis pendapatan negara, termasuk PPh, Pajak Bumi dan Bangunan sektor P3, Cukai Hasil Tembakau (CHT), Kehutanan, Mineral dan Batubara (Minerba), Migas, serta Panas Bumi dan Perikanan. Penting dicatat bahwa tidak semua pendapatan negara dibagihasilkan, seperti PPN dan Pajak Impor [24](#page=24).
#### 2.3.4 Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU dialokasikan dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-daerah, yang disebut ketimpangan horizontal. DAU dihitung berdasarkan konsep Celah Fiskal, yaitu selisih antara Kapasitas Fiskal (kemampuan daerah menghasilkan pendapatan) dan Kebutuhan Fiskal (kebutuhan pendanaan daerah) [25](#page=25) [26](#page=26).
* **Kapasitas Fiskal untuk DAU**: Dihitung dari penjumlahan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), alokasi DBH, dan alokasi DAK nonfisik [26](#page=26).
* **Kebutuhan Fiskal untuk DAU**: Dihitung berdasarkan perkiraan satuan biaya dikalikan dengan jumlah unit target layanan untuk setiap urusan, faktor penyesuaian, serta mempertimbangkan kebutuhan dasar penyelenggaraan pemerintahan [26](#page=26).
#### 2.3.5 Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional, serta membantu operasionalisasi layanan publik. Penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. DAK terdiri dari tiga jenis [27](#page=27):
* **DAK Fisik**: Diberikan untuk pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah yang tingkat capaiannya masih di bawah rata-rata nasional, contohnya pembangunan sekolah atau jalan [27](#page=27).
* **DAK Nonfisik**: Diberikan untuk mendukung operasionalisasi layanan publik daerah, seperti pembayaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Tunjangan Profesi Guru [27](#page=27).
* **Hibah kepada Daerah**: Hibah dari pusat ke daerah terkait layanan publik, misalnya perbaikan jalan provinsi oleh pusat [27](#page=27).
#### 2.3.6 Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan
Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan merupakan penerapan konsep Desentralisasi Asimetris untuk daerah-daerah tertentu yang memiliki latar belakang politik dan historis spesifik [28](#page=28).
* **Dana Otonomi Khusus**: Diberikan untuk seluruh provinsi di Papua dan Provinsi Aceh [28](#page=28).
* **Dana Keistimewaan**: Diberikan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta [28](#page=28).
Konsep desentralisasi asimetris ini bertujuan memberikan perlakuan berbeda guna mencapai koherensi dan persatuan nasional yang lebih kokoh [28](#page=28).
#### 2.3.7 Dana Desa
Dana Desa adalah TKD dari Pusat ke Desa yang ditujukan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan di tingkat desa. Dana ini berawal dari UU Desa (UU No. 6 Tahun 2014) dan PP Dana Desa (PP No. 60 Tahun 2014), serta didasarkan pada konsep \_Community Driven Development (Pembangunan Berbasis Komunitas) [29](#page=29).
#### 2.3.8 Insentif Fiskal
Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria pemberian insentif ini mencakup perbaikan dan/atau pencapaian kinerja Pemerintahan Daerah, seperti pengelolaan keuangan Daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar. Insentif fiskal ini mencerminkan bentuk \_Performance Based Transfer [22](#page=22) [30](#page=30).
* * *
# Sinergi pendanaan dan dana abadi daerah
Ringkasan ini membahas pengaturan sinergi pendanaan yang mendorong kerja sama pembiayaan antara pemerintah pusat dan daerah, serta konsep Dana Abadi Daerah untuk kemanfaatan lintas generasi, berdasarkan dokumen pada halaman 31-32.
### 3.1 Sinergi pendanaan
UU HKPD mendorong pembiayaan yang kreatif dan berkelanjutan melalui skema sinergi pendanaan. Sinergi pendanaan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pendanaan daerah guna mengakselerasi penyediaan infrastruktur dan program prioritas lainnya. Sinergi ini berasal dari APBD dan Non-APBD [31](#page=31).
#### 3.1.1 Sumber pendanaan dalam sinergi pendanaan
Pendanaan dalam sinergi pendanaan dapat bersumber dari:
* **APBD**:
* Pendapatan Asli Daerah (PAD) [31](#page=31).
* Tantangan dan Dukungan APBD (TKD) [31](#page=31).
* Pembiayaan Utang [31](#page=31).
* **Non-APBD**:
* Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) [31](#page=31).
* Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) [31](#page=31).
* Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) [31](#page=31).
* Kerja Sama Daerah [31](#page=31).
* Donor atau filantropis [31](#page=31).
#### 3.1.2 Integrasi dan dukungan pemerintah
Pemerintah dapat menyinergikan pendanaan daerah dengan pendanaan dari APBN, seperti belanja K/L atau Tugas Pembantuan. Integrasi ini didasarkan pada program, proyek, target output/outcome, locus, dan sektor yang sama. Ketentuan teknis mengenai sinergi pendanaan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah [31](#page=31).
> **Tip:** Konsepsi sinergi pendanaan membuka ruang pengembangan kerja sama antardaerah dalam mengatasi masalah pembangunan lintas daerah yang semakin kompleks, seperti area metropolitan [31](#page=31).
#### 3.1.3 Manfaat sinergi pendanaan
Selain mendukung pembangunan di Daerah, sinergi pendanaan juga akan meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam mengelola proyek skala besar [31](#page=31).
> **Contoh Sinergi Pendanaan:** Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai perantara antara berbagai sumber pendanaan (Belanja K/L, Donor/Filantropis, PT. SMI) untuk membiayai kebutuhan daerah, seperti pembelian peralatan medis melalui pinjaman daerah via PT. SMI dan APBD murni untuk Anggaran Pemerintah, serta Dana Alokasi Khusus [31](#page=31).
### 3.2 Dana abadi daerah
Dana Abadi Daerah merupakan opsi bagi daerah yang memiliki kapasitas fiskal sangat tinggi dengan pemenuhan kualitas layanan publik yang relatif baik, guna memberikan manfaat lintas generasi [32](#page=32).
#### 3.2.1 Tujuan pembentukan Dana Abadi Daerah
Tujuan pembentukan Dana Abadi Daerah adalah:
* Mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya [32](#page=32).
* Memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah [32](#page=32).
* Memberikan kemanfaatan umum lintas generasi [32](#page=32).
#### 3.2.2 Kriteria pembentukan Dana Abadi Daerah
Dana Abadi Daerah dapat dibentuk oleh daerah yang memenuhi kriteria berikut:
* Memiliki kapasitas fiskal daerah yang sangat tinggi [32](#page=32).
* Telah memenuhi kebutuhan pelayanan dasar publik [32](#page=32).
#### 3.2.3 Prinsip pengelolaan Dana Abadi Daerah
Pengelolaan Dana Abadi Daerah harus memenuhi prinsip-prinsip berikut:
* Ditetapkan dengan Peraturan Daerah [32](#page=32).
* Dikelola oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) [32](#page=32).
* Dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai [32](#page=32).
#### 3.2.4 Definisi Dana Abadi Daerah
Dana Abadi Daerah adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi, dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah tanpa mengurangi dana pokok [32](#page=32).
#### 3.2.5 Tipologi Sovereign Wealth Fund (SWF)
Terdapat beberapa tipologi Dana Kekayaan Negara (Sovereign Wealth Fund) yang dapat diadopsi dalam konteks Dana Abadi Daerah:
1. Dibentuk/didirikan dengan badan hukum terpisah, memiliki kapasitas penuh untuk beraktivitas, dan diatur oleh undang-undang khusus [32](#page=32).
2. Berbentuk perusahaan atau BUMN yang tunduk pada Undang-Undang tentang perusahaan dan juga Undang-Undang tentang SWF jika ada [32](#page=32).
3. Berbentuk kumpulan aset tanpa identitas atau badan hukum tersendiri, atau dapat dimiliki langsung oleh pemerintah atau bank sentral [32](#page=32).
> **Contoh Penerapan:** Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) merupakan contoh \_endowment fund untuk dunia pendidikan di Indonesia, dengan total dana kelolaan mencapai Rp 99,11 triliun per 30 Desember 2021. Dana ini terbagi atas Dana Abadi Pendidikan (Rp81,12 triliun), Dana Abadi Penelitian (Rp7,99 triliun), Dana Abadi Perguruan Tinggi (Rp7 triliun), dan Dana Abadi Kebudayaan (Rp3 triliun). Dana ini digunakan untuk mendukung beasiswa bagi 29.872 putra-putri terbaik bangsa dan mendukung 1.668 judul penelitian [32](#page=32).
> **Tip:** Konsepsi SWF diadopsi untuk Dana Abadi Daerah yang dikelola oleh BUD atau BLUD karena kerangka penerapannya yang relatif mudah, namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian (\_pridentiality) [32](#page=32).
* * *
# Hubungan APBD dan APBN melalui transfer ke daerah
Hubungan keuangan antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terjalin melalui mekanisme transfer dana dan kewenangan belanja [34](#page=34).
### 4.1 Struktur anggaran dalam sistem keuangan negara
Struktur anggaran di berbagai tingkatan pemerintahan memiliki komponen-komponen dasar yang serupa namun dengan penyesuaian kewenangan dan sumber pendanaan [34](#page=34).
#### 4.1.1 Struktur APBN
APBN memiliki tiga komponen utama [34](#page=34):
1. **Pendapatan:** Sumber pendanaan negara, termasuk pajak, bea cukai, dan penerimaan bukan pajak.
2. **Belanja:** Pengeluaran negara yang meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah serta dana desa (TKDD) [34](#page=34).
3. **Pembiayaan:** Sumber pendanaan untuk menutup defisit anggaran, seperti utang negara dan penjualan aset.
#### 4.1.2 Struktur APBD Provinsi
APBD Provinsi terdiri dari [34](#page=34):
1. **Pendapatan:**
* Pendapatan Asli Daerah (PAD): Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
* Pendapatan Transfer: Dana perimbangan dari pemerintah pusat (seperti Dana Alokasi Umum/DAU, Dana Alokasi Khusus/DAK, Dana Bagi Hasil/DBH) dan dana transfer lainnya [34](#page=34).
2. **Belanja:**
* Belanja Dinas Provinsi: Untuk operasional dan pelaksanaan program dinas-dinas di lingkungan Pemprov.
* Transfer ke Provinsi lain, Kabupaten/Kota, dan Desa: Pemberian bantuan keuangan kepada daerah yang lebih rendah tingkatannya [34](#page=34).
* Bagi Hasil Pajak ke Desa [34](#page=34).
* Alokasi Dana Desa [34](#page=34).
* Bantuan Keuangan ke Desa [34](#page=34).
3. **Pembiayaan:** Penggunaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dan sumber pembiayaan lain untuk menutup defisit.
#### 4.1.3 Struktur APBD Kabupaten/Kota
Mirip dengan APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota juga memiliki [34](#page=34):
1. **Pendapatan:**
* PAD (Pajak Kabupaten/Kota, Retribusi, dll.).
* Pendapatan Transfer (DAU, DAK, DBH dari Pusat dan Provinsi, Bantuan Keuangan dari Provinsi).
2. **Belanja:**
* Belanja Dinas Kabupaten/Kota.
* Transfer ke Provinsi (jika ada kewenangan yang dilimpahkan).
* Transfer ke Kabupaten/Kota lain.
* Bantuan Keuangan ke Desa [34](#page=34).
3. **Pembiayaan:** Meliputi penggunaan SILPA dan sumber pembiayaan lainnya.
#### 4.1.4 Struktur APBDesa
APBDesa memiliki struktur yang lebih sederhana karena desa tidak memiliki kewenangan perpajakan. Komponennya adalah [34](#page=34):
1. **Pendapatan:**
* PADes (Hasil BUMDes, dll.).
* Pendapatan Transfer (Dana Desa dari APBN, Alokasi Dana Desa dari APBD Kabupaten/Kota, Bantuan Keuangan dari Kabupaten/Kota atau Provinsi).
2. **Belanja Desa:** Untuk mendanai program dan kegiatan di tingkat desa.
3. **Pembiayaan:** Penggunaan SILPA dan sumber pembiayaan lainnya.
### 4.2 Pola Hubungan Keuangan Pusat Daerah (HKPD)
Hubungan Keuangan Pusat Daerah (HKPD) menggambarkan aliran dana dan kewenangan antara pemerintah pusat (APBN) dan pemerintah daerah (APBD) serta desa (APBDesa) [35](#page=35).
#### 4.2.1 Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
TKDD merupakan instrumen utama APBN untuk mendanai pelaksanaan desentralisasi dan dekonsentrasi di daerah. Komponen utama TKDD meliputi [35](#page=35):
* **Dana Alokasi Khusus (DAK):** Dana yang ditransfer dari APBN untuk membantu mendanai kebutuhan spesifik daerah yang merupakan prioritas nasional. DAK dapat berupa DAK Fisik dan DAK Nonfisik.
* **Dana Alokasi Umum (DAU):** Dana yang ditransfer dari APBN kepada daerah otonom dengan tujuan pemerataan pendapatan daerah.
* **Dana Desa (DD):** Dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan [35](#page=35).
* **Dana Bagi Hasil (DBH):** Bagian dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan marjin atau potensi daerah. DBH dapat berasal dari pajak atau sumber daya alam.
* **Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY:** Dana tambahan yang diberikan kepada Provinsi Aceh dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melaksanakan otonomi khusus.
* **Insentif Fiskal:** Penghargaan yang diberikan kepada daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan fiskal dan pencapaian target pembangunan.
#### 4.2.2 Belanja Pusat di Daerah (Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan)
Selain transfer dana, pemerintah pusat juga melaksanakan sebagian urusan pemerintahan di daerah melalui instansi vertikal atau penugasan kepada pemerintah daerah [35](#page=35).
* **Dekonsentrasi:** Pelimpahan sebagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah atau instansi vertikal di daerah [35](#page=35).
* **Tugas Pembantuan:** Penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pendanaan, prasarana, dan sarana, serta memberikan bimbingan dan supervisi [35](#page=35).
#### 4.2.3 Aliran Dana dalam HKPD
Pola aliran dana APBN ke APBD dan APBDesa dapat digambarkan sebagai berikut [35](#page=35):
* **APBN** mengalirkan **Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)**.
* TKDD ini mencakup **DAK, DAU, Dana Desa, DBH**, dan dana lainnya [35](#page=35).
* Dana-dana ini kemudian menjadi **Pendapatan Daerah** bagi APBD Provinsi, Kabupaten/Kota, serta APBDesa.
* Selain transfer, APBD juga bersumber dari **PAD** [35](#page=35).
* Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan Desa kemudian menggunakan pendapatan tersebut untuk **Belanja Daerah** dan **Belanja Desa** [35](#page=35).
* Dana Vertikal (belanja pusat yang dilaksanakan di daerah) juga merupakan bagian dari belanja pusat yang relevan dengan kewenangan daerah [35](#page=35).
* Terdapat **Pelimpahan Urusan dan Wewenang** yang mengaitkan belanja pusat dan belanja daerah [35](#page=35).
* Pembiayaan daerah, seperti pinjaman dan penggunaan SILPA, menjadi penyeimbang antara pendapatan dan belanja daerah [35](#page=35).
> **Tip:** Memahami struktur APBN, APBD, dan APBDesa beserta jenis-jenis transfer dana sangat krusial untuk menganalisis kebijakan fiskal dan otonomi daerah. Perhatikan bahwa desa tidak memungut pajak, sehingga PADes biasanya berasal dari hasil pengelolaan aset desa atau BUMDes [34](#page=34).
> **Example:** Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat digunakan oleh Pemerintah Kabupaten untuk membangun infrastruktur sekolah di daerahnya, yang dananya bersumber dari APBN. Sementara itu, Dana Desa digunakan oleh Pemerintah Desa untuk membangun jalan desa atau program pemberdayaan masyarakat [35](#page=35).
* * *
# Jenis transfer dari daerah ke daerah lain dan desa
Ringkasan ini membahas mengenai jenis transfer dana dari pemerintah daerah ke daerah lain atau ke desa, dengan fokus pada bantuan keuangan.
### 5.1 Bantuan keuangan
Selain jenis-jenis Transfer ke Daerah (TKD) yang diwajibkan oleh Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemerintah daerah (pemda) memiliki fleksibilitas untuk memberikan bantuan keuangan kepada daerah lain [37](#page=37).
#### 5.1.1 Karakteristik bantuan keuangan
Berbeda dengan TKD yang memiliki dasar formula tertentu, bantuan keuangan ini tidak didasarkan pada formula spesifik. Pemberian bantuan keuangan ini biasanya berkaitan dengan adanya kerja sama antardaerah atau perjanjian tertentu yang telah disepakati [37](#page=37).
> **Tip:** Perlu diingat bahwa bantuan keuangan bersifat opsional bagi pemda dan tidak diwajibkan secara hukum seperti beberapa jenis TKD lainnya.
#### 5.1.2 Contoh bantuan keuangan
* **Kerja sama antar daerah:** Salah satu contoh yang sering terjadi adalah kerja sama dalam pengelolaan sampah. Misalnya, kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Kota Bekasi dalam pengolahan sampah menghasilkan pemberian Bantuan Keuangan dari DKI Jakarta kepada Kota Bekasi sebesar empat ratus delapan puluh empat miliar rupiah pada tahun 2022 dan seratus dua puluh delapan miliar rupiah pada tahun 2023 [37](#page=37).
* **Alokasi APBD Provinsi:** Pemerintah Provinsi juga dapat mengalokasikan Bantuan Keuangan ke seluruh kabupaten/kota yang berada di dalam wilayah provinsinya. Contohnya adalah alokasi Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi Jawa Barat kepada seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat [37](#page=37).
* * *
## Common mistakes to avoid
* Review all topics thoroughly before exams
* Pay attention to formulas and key definitions
* Practice with examples provided in each section
* Don't memorize without understanding the underlying concepts
Glossary
| Term | Definition |
|------|------------|
| Otonomi Daerah | Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
| Desentralisasi Fiskal | Suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, dan selaras berdasarkan undang-undang. |
| Transfer ke Daerah (TKD) | Dana yang diberikan dari satu level pemerintahan kepada level pemerintahan yang lain atau dari satu entitas pemerintahan kepada entitas pemerintahan yang lain, seperti dana dari APBN ke APBD. |
| Dana Bagi Hasil (DBH) | Sebagian pendapatan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yang menjadi daerah penghasil maupun daerah pengolah sebuah pendapatan negara, sebagai instrumen untuk menutup ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah. |
| Dana Alokasi Umum (DAU) | Dana yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah, yang dihitung berdasarkan selisih antara Kapasitas Fiskal dan Kebutuhan Fiskal daerah. |
| Dana Alokasi Khusus (DAK) | Bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. |
| Pajak Daerah | Pungutan atau kontribusi wajib kepada Pemerintah Daerah yang bersifat memaksa, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah demi kemakmuran rakyat. |
| Retribusi Daerah | Pungutan dari Pemerintah Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. |
| Desentralisasi Asimetris | Pemberian perlakuan berbeda terhadap daerah-daerah tertentu yang memiliki latar belakang politik dan historis spesifik, guna memungkinkan terjadinya koherensi atau persatuan nasional yang lebih kokoh. |
| Dana Desa | Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari Pemerintah Pusat ke Desa untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. |
| Sinergi Pendanaan | Konsep yang mendorong creative and sustainable financing berbasis kerja sama antara APBD dan Non APBD, serta dapat disinergikan dengan pendanaan dari APBN, BUMN/BUMD, KPBU, dan Kerja Sama Daerah. |
| Dana Abadi Daerah | Dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi, di mana dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah tanpa mengurangi dana pokok, bertujuan untuk kemanfaatan lintas generasi. |
| Kapasitas Fiskal | Kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan pendapatan sendiri dari berbagai sumber penerimaan daerah. |
| Kebutuhan Fiskal | Kebutuhan pendanaan suatu daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut. |
| Fiscal Gap (Celah Fiskal) | Selisih antara Kapasitas Fiskal (kemampuan daerah menghasilkan pendapatan) dengan Kebutuhan Fiskal (kebutuhan pendanaan Daerah dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah). |